RINIAWATI
A14120044
Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan (http://soil.ipb.ac.id)
Fakultas Pertanian (http://faperta.ipb.ac.id)
Institut Pertanian Bogor (http://ipb.ac.id)
Kuliah
Perilaku Konsumen IKK233 (Consumer Behavior Class)
Department of Family and Consumer
Sciences, (www.ikk.fema.ipb.ac.id)
College of Human Ecology (www.fema.ipb.ac.id)
Prof Dr Ir UJANG SUMARWAN, MSc
www.
Ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id
sumarwan@mb.ipb.ac.id)
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,
MFSA
Dr. Ir. Megawati simanjuntak, MS
Ir. Retnaningsih, MS
Ir. Md djamaluddin, MSc
Ujang Sumarwan. 2011. Perilaku Konsumen: Teori
dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Kuliah Pertama Perilaku Konsumen
Ruang IKK1-1
Jam/Hari/Tanggal
07.30-10.00/Kamis/12 Februari 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsumen dan Perilaku Konsumen
1. Arti Konsumen dan Perilaku Konsumen dari Perspektif Konsumen
Definisi Perilaku Konsumen
Schiffiman dan Kanuk (2010) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : “ Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka”.
Sedangkan Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengartikannya sebagai : “ Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini”.
Beberapa definisi lainnya dan perilaku konsumen dikemukakan oleh :
a) Proses pengambilan keputusan dan aktifitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan Della-Bitta, 1993).
b) Perilaku yang ditujukan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa. (Winardi, 1991).
c) Perilaku yang dikaitkan dengan “preferences” & “possibilities”. (Deaton dan Muellbauer, 1986).
d) Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan Johnson, 1990).
e) Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita, dimana manusia melakukan pertukaran dalam hidup kita (Peter & Olson, 2010).
f) Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses-proses pertukaran yang terjadi dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menyimpan barang, jasa, pengalaman, dan ide (Mowen & Minor, 1998).
Hawkins, Best, and Coney (1998) menyatakan bahwa Consumer Behavior consists of the MENTAL (thoughts) and BEHAVIORAL (action) processes which trigger the__________of goods and services:
• Choice (selection & decision process);
• Purchase (behavior);
• Use (behavior); and
• Disposal (behavior).
Arnould, Price, Zinkhan (2002) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai individuals or groups acquiring, using, and disposing of products, service, ideas or experiences. Also includes acquisition and use of information.
Peter dan Olson (2010) menyatakan bahwa Consumer Behavior involves the processes selecting, purchasing, using, evaluating, and disposing of product and service. Consumer Behavior is the process of exchanging something of value for a product or service that is satisfying.
Sumarwan (2010) menyatakan, “Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat kita simpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal tersebut diatas atau kegiatan mengevaluasi”.
Perspektif Riset Perilaku Konsumen
Disiplin perilaku konsumen adalah salah satu cabang dari ilmu sosial, ia memanfaatkan riset yang berasal dari disiplin ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, dan antropologi dalam meneliti perilaku manusia sebagai konsumen. Riset perilaku konsumen terdiri atas tiga perspektif: perspektif pengambilan keputusan, perspektif eksperiensial (pengalaman), perspektif pengaruh perilaku. Ketiga perspektif ini sangat mempengaruhi cara berpikir dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
• Perspektif Pengambilan Keputusan
Konsumen melakukan serangkaian aktifitas dalam membuat keputusan pembelian. Perspektif ini mengasumsikan bahwa konsumen memiliki masalah dan melakukan proses pengambilan keputusan rasional untuk memesahkan masalah tersebut.
• Perspektif Eksperensial (Pengalaman)
Perspektif ini mengemukakan bahwa konsumen sering kali mengambil keputusan membeli suatu produk tidak selalu berdasarkan proses keputusan rasional untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Konsumen sering kali membeli suatu produk karena alasan untuk kegembiraan, fantasi, ataupun emosi yang diinginkan.
• Perspektif Pengaruh Behavioral
Perspektif ini menyatakan bahwa seorang konsumen membeli suatu produk sering kali bukan karena alasan rasional atau emosional yang berasal dari dalam dirinya. Perilaku konsumen dalam perspektif ini dipengaruhi oleh faktor luar seperti program pemasaran yang dilakukan oleh produsen, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, faktor ekonomi dan undang-undang serta pengaruh lingkungan yang kuat membuat konsumen melakukan pembelian.
Dimensi Perilaku Konsumen
Konsumen akan melakukan tiga macam perilaku yang terkait dengan barang, jas, pengalaman, dan ide.
1. Bagaimana ia mendapatkanya? Maka ia akan melakukan hal-hal berikut : menemukan, menerima, memproduksi, memperoleh warisan dan membeli.
2. Bagaimana ia mengkonsumsinya? Maka ia akan melakukan hal-hal berikut : memakan, meminum, memakai, menggunakan, membaca, menonton, memiliki, mengendarai, menempati dan merawat.
3. Bagaimana ia menghilangkan sisa konsumsi atau bagian yang tidak dikonsumsinya? Memberikan, membuang, mendaur ulang dan menjual kembali.
Perilaku Konsumen Dunia
1. Disiplin perilaku konsumen tumbuh dan berkembang karena konsumen memiliki kesamaan perilaku dan juga perbedaan perilaku.
2. Konsumen di berbagai negara memakai pakaian dan aksesoris yang sama. Laki-laki memakai celana panjang atau pendek, kemeja berkerah atau kaos, memakai jam tangan dan menggunakan telepon genggam. Konsumen wanita memakai kosmetik dan menjinjing tas tangan saat bepergian, memakai gelang, kalung, cincin, dan lainnya.
3. Globalisasi ekonomi dan perdagangan serta budaya dan akses internet yang semakin luas menyebabkan semakin seragamnya perilaku konsumen diberbagai negara. Konsumen suatu negara akan mempengaruhi konsumen negara lain.
4. Globalisasi menyebabkan batas geografi dan budaya semakin berkurang sehingga perilaku konsumen semakin sama satu sama lain. Merk dagang dan jasa telah menjadi pengikat antarkonsumen diberbagai negara.
5. Program pemasaran yang agresif dari perusahaan multinasional telah mendorong konsumen di berbagai negara dapat dengan mudah mendapatkan berbagai barang dan jasa dari berbagai negara.
Mengapa Kita Mempelajari Perilaku Konsumen
a. Perilaku konsumen menarik dan dinamis serta menggambarkan perkembangan ekonomi sosial, budaya, teknologi dan informasi yang terjadi di sekeliling konsumen.
b. Jika perusahaan ingin tetap berjalan dan terus tumbuh, maka ia harus dapat menarik konsumen baru dan mempertahankan konsumen yang telah menjadi pelanggannya. Tugas itu semakin mudah jika pelaku bisnis memahami perilaku konsumen dengan baik.
c. Ekonomi dan perdagangan global memberi kesempatan pada pelaku bisnis untuk mengembangkan bisnisnya ke berbagai negara, maka syarat utama agar produk yang kita hasilkan dapat diterima konsumen di berbagai negara adalah produk sesuai dengan selera, kebutuhan, dan keinginan konsumen di negara tersebut. Para pelaku bisnis dituntut untuk memahami perilaku konsumen di negara tersebut agar tujuan pemasaran perusahaan tersebut dapat tercapai.
d. Pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen akan menjadikan konsumen memiliki informasi yang lebih baik mengenai dirinya, sehingga dapat mengendalikan perilakunya agar dapat menjadi konsumen yang bijak dan melindungi dirinya dari praktek-praktek bisnis yang merugikan dirinya.
Manfaat dalam Mempelajari Perilaku Konsumen
a. Membantu para pimpinan perusahaan untuk memahami konsumen sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.
b. Memberikan pengetahuan dan toeri-teori konsumen kepada para peneliti sehingga dapat menganalisis perilaku konsumen dengan baik.
c. Membantu anggota DPR di pusat atau di daerah agar dapat merancang hukum, peraturan dan undang-undang yang melindungi kepentingan konsumen.
d. Membantu konsumen agar dapat membuat keputusan konsumen dengan bijak.
e. Meningkatkan pemahaman mengenai berbagai faktor (yaitu faktor psikologi, sosial, ekonomi, demografi, budaya, dan lingkungan) yang mempengaruhi perilaku manusia sebagai konsumen.
f. Analisis konsumen menjadi landasan manajemen pemasaran.
• Mendesain bauran pemasaran
• Membuat segmentasi pasar
• Posisi dan diferensiasi produk
• Melakukan analisis lingkungan
• Mengembangkan riset pasar
g. Perilaku konsumen memegang peran yang penting dalam pengembangan kebijakan publik.
Siapa yang Harus Mempelajari Perilaku Konsumen
Pemasar
Pemasar (produsen) yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar (produsen) dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai.
Pegiat Pendidikan dan Perlindungan Konsumen
Selain para pemasar atau produsen, lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Mereka melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk mendidik dan melindungi konsumen.
Pemerintah dan Anggota Legislatif
Pemerintah dan DPR berkewajiban mempengaruhi pilihan konsumen agar konsumen dapat menjadi pengambil keputusan yang bijak dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. DPR membuat undang-undang dan pemerintah membuat kebijakan dan berbagai peraturan untuk melindungi kepentingan konsumen.
Perbedaan Individu
Perbedaan individu menggambarkan faktor-faktor karakteristik individu yang muncul dari dalam diri konsumen dan proses psikologi yang terjadi pada diri konsumen yang sangat berpengaruh terhadap proses keputusan konsumen, yaitu agama, kebutuhan, dan motivasi, kepribadian, pengaruh informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap konsumen.
Faktor Lingkungan Konsumen
Budaya
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi sikap, perilaku, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya bukan hanya bersifat akstrak, seperti nilai, pemikiran, dan kepercayaan; budaya bisa berbentuk obyek material (rumah, kendaraan, peralatan elektronik dan pakaian termasuk budaya masyarakat). Budaya akan mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku konsumen.
Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi
Demografi akan menggambarkan karakteristik suatu penduduk, misalnya suku adalah variabel demografi. Beberapa karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial.
Keluarga
Keluarga adalah lingkungan makro, yaitu lingkungan yang oaling dekat dengan konsumen. Keluarga adalah lingkungan dimana sebagian besar konsumen tinggal dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga akan saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa.
Kelompok Acuan
Sebuah kelompok (group) merupakan kumpulan dari dua atau lebih orang-orang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang sama. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan individu maupun tujuan bersama. Di dalam perspektif pemasaran masing-masing kelompok dimana dimana konsumen menjadi anggotanya akan mempengaruhi perilaku pembelian dan konsumsi dari konsumen tersebut.
Lingkungan dan Situasi Konsumen
Lingkungan konsumen terbagi menjadi dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan orang sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berbentuk fisik di sekeliling konsumen, termasuk di dalamnya adalah beragam produk, toko, maupun lokasi toko dan produk di dalam toko. Arti situasi didefinisikan oleh seorang konsumen yang berperilaku di sebuah lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Teknologi
Teknologi dalam bentuk perangkat keras dan lunak telah berkembang dengan pesat serta peralatan teknologi tersebut semakin terjangkau oleh masyarakat. Perangkat atau peralatan teknologi yang dimiliki dan digunakan seorang konsumen akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Contohnya adalah telepon genggam, ponsel telah menjadi barang teknologi yang sangat penting bagi konsumen, karena dapat memudahkan hidupnya dalam banyak hal. Serta beberapa lainnya yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah internet, kendaran bermotor, transportasi udara dan lainnya.
Proses Keputusan Konsumen
Proses pengenalan konsumen meliputi antara lain :
a. Proses Keputusan Konsumen: Pengenalan Kebutuhan, Pencarian Informasi, dan Evaluasi Alternatif.
Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merk tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi dan evaluasi alternatif. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang terjadi sekarang. Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya dan mencari informasi dari luar. Tahap ketiga adalah evaluasi alternatif yaitu proses mengevaluasi pilihan produk dan merk dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen.
b. Proses Keputusan Konsumen: Pembelian, Konsumsi, dan Kepuasan
Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakan membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana cara pembayarannya. Tahap keempat dari proses pengambilan keputusan adalah konsumsi. Setelah konsumen membeli atau mendapat jasa biasanya akan terjadi proses konsumsi, dimana konsumen tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternatif pascapembelian atau pascakonsumsi. Setelah proses evaluasi maka konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dikonsumsi tersebut. Kepuasan akan mendorong konsumen mengkonsumsi ulang di kemudian hari.
c. Tanggung Jawab Sosial terhadap Konsumen
Konsumen menginginkan dapat memperoleh barang dan jasa dengan sebaik-baiknya, sementara produsen menginginkan memperoleh untung yang sebanyak-banyaknya agar ia tetap bertahan dalam usahanya. Perbedaan kepentingan tersebut seringkali menjadi sumber ketegangan bagi para produsen dan konsumen. Produsen seringkali memiliki posisi tawar yang lebih kuat dari konsumen, sehingga hal tersebut sering mendorong produsen mengabaikan hak-hak konsumen. Produsen mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi hak-hak konsumen, terpenuhinya hak-hak konsumen akan mendorong konsumen menjadi loyal terhadap produsen.
d. Iklan yang Menyesatkan dan Mengelabuhi Konsumen
Salah satu bentuk penyampaian informasi yang paling sering dilakukan produsen kepada konsumen adalah melalui iklan dengan menggunakan beragam media. Iklan telah menjadi media yang efektif dalam mendorong konsumen untuk membeli suatu produk. Produsen akan menempatkan biaya iklan menjadi prioritas yang utama dalam menjalankan usahanya. Namun, seringkali dijumpai iklan yang memberikan informasi yang mengelabui (deceptive information). Secara sepintas, informasi yang disampaikan terasa benar, namun apabila diamati secara teliti akan terbukti bahwa informasi tersebut seringkali tidak benar, tidak logis dan tanpa mendasar. Produsen harus menyadari bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar. Hal ini produsen harus mengikuti etika yang baik dalam menyampaikan informasi. Konsumen dituntut untuk dapat bersikap kritis dalam menerima informasi, jangan mudah mempercayai setiap informasi yang diperolehnya.
B. Pemasaran dan Perilaku Konsumen.
Konsep pemasaran adalah suatu konsep bisnis yang menekankan bahwa strategi pemasaran yang berhasil adalah strategi yang dibangun berdasarkan kepada pemahaman yang lebih baik dari perilaku konsumen. Pemahaman yang baik kepada perilaku konsumen akan membantu para manajer pemasaran dalam melakukan hal-hal berikut ini :
1. Analisis Lingkungan
Para manajer dapat mengevaluasi faktor kekuatan luar yang berpengaruh terhadap perusahaan dan pelanggannya, serta menciptakan tantangan dan peluang. Faktor-faktor yang dapat diamati adalah Demografi, Ekonomi, Alam, Teknologi, Politik dan Budaya.
2. Riset Pasar
Para manajer dapat mengumpulkan data dan informasi mengenai perilaku konsumen, seperti bagaimana konsumen mencari informasi, membeli, mengkonsumsi, dan melakukan keputusan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Segmentasi
Segmentasi adalah pengelompokan pasar atau konsumen berdasarkan kesamaan karakteristik tertentu, misalnyan berdasarkan kesamaan kebutuhan barang dan jasa. Kelompok konsumen atau segmen tersebut dapat dipilih oleh produsen untuk dijadikan sasaran atau target penjualan produknya.
4. Positioning atau Differensiasi
Positioning adalah menciptakan atau membangun persepsi mengenai karakteristik atau citra suatu produk atau merk dibandingkan dengan produk dan merk pesaing. Positioning merk yang berhasil adalah ketika konsumen memiliki persepsi atau cita-cita merk sesuai yang diinginkan produssen. Positioning sangat terkait dengan tindakan differensiasi yaitu merancang barang dan jasa yang memiliki fitur atau karakteristik yang berbeda dengan produk pesaing.
5. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran atau marketing mix adalah sejumlah alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan pemasarannya. Alat pemasaran yang sangat populer dibagi ke dalam empat kelompok yang dikenal dengan nama 4P, yaitu product (produk), price (prive), place (distribusi), dan promotion (promosi atau komunikasi). Alat pemasaran untuk jasa dikenal dengan 7P (4P + 3P) atau 4P yang diperluas. Ke 3P itu adalah people (orang-orang), process (proses), dan proff (bukti).
BAB II
MOTIVASI DAN KEBUTUHAN
A. Model Motivasi
Motivasi muncul karena kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berupa dorongan untuk melakukan sesuatu yang telah menjadi keinginan. Stimulus atau rangsangan (misalnya rasa lapar) akan menyebabkan pengenalan kebutuhan (need recognition). Rangsangan tersebut bisa datang dari diri seseorang karena adanya kondisi fisiologis tertentu. Rangsangan terjadi karena adannya Gap antara apa yang dirasakan dengan apa yang seharusnya dirasakan. Gap inilah yang mengakibatkan adanya rasa lapar dan haus, sehingga konsumen merasakan adanya pengenalan kebutuhan akan makanan dan minuman.
1. Kebutuhan
Kebutuhan yang dirasakan konsumen (fell need) bisa dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri (fisiologis), misalnya rasa lapar dan haus. Kebutuhan juga bisa dimunculkan oleh faktor luar konsumen, misalnya aroma makanan yang datang dari restoran sehingga konsumen terangsang ingin makan.
2. Tujuan
Sebuah perilaku/tindakan adalah berorientasi pada tujuan (goal oriented behavior) yang artinya untuk memenuhi kebutuhannya, seorang konsumen harus memiliki tujuan akan tindakannya. Tujuan adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan ada karena adanya kebutuhan. Tujuan dibedakan ke dalam tujuan generik (generic goals), yaitu kategori umum dari tujuan yang dipandang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan.
B. Teori Kebutuhan
1. Teori Maslow
Dr. Abraham Maslow adalah seorang psikolog klinis yang memperkenalkan teori kebutuhan berjenjang yang dikenal sebagai Teori Maslow atau Hierarki Kebutuhan Manusia (Maslow’s Hierarchy of need). Maslow mengemukakan lima kebutuhan manusia berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari yang paling rendah yaitu kebutuhan biologis sampai paling tinggi yaitu kebutuhan psikogenik. Menurut teori maslow, manusia berusaha memenuhi kebutuhannya dari tinggat rendah terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Konsumen yang telah memenuhi kebutuhan dasarnya maka kebutuhan lainnya yang lebih tinggi akan muncul.
2. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan tersebut meliputi makanan, air, udara, rumah, pakaian, dan sex. Seorang ekonom yang bernama Engel membuat suatu teori yang terkenal dengan Teori Engel, yang menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli makanan.
3. Kebutuhan Rasa Aman (safety needs)
Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan tinggat dua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan perlindungan bagi fisik manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari gangguan kriminalitas, sehingga ia bisa hidup dengan aman dan nyaman ketika di rumah maupun ketika bepergian.
4. Kebutuhan Sosial
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi, manusia membutuhkan rasa cinta dari orang lain, rasa memilik dan dimiliki, serta diterima oleh orang-orang disekelilingnya. Inilah kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan tersebut berdasarkan kepada perlunya manusia berhubungan satu dengan lainnya.
5. Kebutuhan Ego (egoistic or Esteem Needs)
Kebutuhan ego atau esteem adalah kebutuhan tingkat keempat, yaitu kebutuhan untuk berprestasi sehingga mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia tidak hanya puas dengan yang telah terpenuhinya kebutuhan dasar, rasa aman, dan sosial. Manusia memliki ego yang kuat untuk bisa mencapai prestasi kerja dan karir yang lebih baik untuk dirinya maupun lebih baik dari orang lain.
6. Kebutuhan Aktualisasi Diri (needs for self-actualization)
Derajat tertinggi atau kelima dari kebutuhan adalah keinginan dari seorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuas yang dimilikinya. Seorang individu perlu mengekspresikan dirinya dalam suatu aktivitas untuk membuktikan dirinya bahwa ia mampu melakukan hal tersebut.
C. Teori Motivasi McClelland
David McClelland mengembangkan suatu teori motivasi yang disebut sebagai McClellabd’s Theory of Learned Needs. Teori ini menyatakan bahwa ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi seorang individu untuk berperilaku, yaitu (1) kebutuhan untuk sukses yaitu keinginan manusia untuk mencapai prestasi, reputasi dan karir yang baik, (2) kebutuhan untuk afiliasi adalah keinginan manusia untuk membina hubungan dengan sesamanya, mencari teman yang bisa menerimanya, ingin dimiliki oleh orang-orang sekelilingnya, dan ingin memiliki orang-orang yang bisa menerimanya, dan (3) kebutuhan kekuasaan adalah keinginan seseorang untuk bisa mengontrol lingkungannya, termasuk mempengaruhi orang-orang sekelilingnya. Tujuannya adalah untuk bisa mempengaruhi, mengarahkan, dan mengatur orang lain.
D. Motivasi dan Strategi Pemasaran
Setelah kita memahami arti motivasi dan kebutuhan dan bagaimana pentingnya dalam mempengaruhi perilaku seseorang, maka kita perlu mengetahui bagaimana teori-teori motivasi tersebut bisa dimanfaatkan dalam strategi pemasaran. Dua aplikasi penting dalam aplikasi dari teori motivasi adalah
1. Segmentasi
Para pemasar bisa menggunakan teori motivasi Maslow atau Hierarki kebutuhan sebagai dasar untuk melakukan segmentasi pasar. Produk dan jasa yang dipasarkan diarahkan untuk target pasar berdasarkan tingkat kebutuhan konsumrn.
2. Positioning
Hierarki kebutuhan dari Maslow juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan positioning produk atau jasa. Positioning adalah citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen. Kunci dari positioning adalah persepsi konsumen terhadap produk atau jasa.
BAB III
KEPRIBADIAN
A. Pendahuluan
Manusia tidak memiliki kesamaan dalam sifat atau kepribadiannya, masing-masing memiliki karakteristik yang unik yang berbeda satu sama lain. Inilah yang disebut sebagai kepribadian manusia. Selain berbeda satu sama lain, manusia juga memiliki kesamaan satu dengan lainnya. Kita bisa menggolongkan berbagai kepribadian atau karakteristik manusia berdasarkan kesamaan karakteristiknya sehingga adanya pengelompokan kepribadian.
Memahami kepribadian konsumen adalah penting bagi pemasar karena kepribadian bisa terkait dengan perilaku konsumen. Perbedaan dalam kepribadian konsumen akan mempengaruhi perilakunya dalam memilih atau membeli produk, karena konsumen akan membeli barang yang sesuai dengan kepribadiannya. Singkatnya, pemahaman terhadap kepribadian sangat bermanfaat bagi pemasar, karena kepribadia dapat menjadikan dasar dalam melakukan pemangsaan pasar (market segmentation).
B. Pengertian Kepribadian
Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristic) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi individu dalam hal perilakunya. Individu yang memiliki karakteristik yang sama akan cenderung bereaksi yang sama pula.
1. Karakteristik Kepribadian
Kepribadian menggambarkan Perbedaan Individu
Kepribadian menunjukkan karakteristik yang terdalam pada diri manusia, yang merupakan gabungan dari banyak faktor yang unik, sehingga tidak ada dua manusia yang sama persis. Manusia mungkin memiliki perbedaan dalam hal karakteristik namun mempunyai kesamaan dalam karakteristik yang lainnya.
Kepribadian yang berbeda bisa diamati dengan prilakunya yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Oleh karena itu, sifat manusia bisa dianggap sebagai suatu kepribadian jika sifat tersebut telah menyebabkan ia berperilaku yang berbeda dengan perilaku orang lain. Jika perilaku seseorang telah bisa menggambarkan perbedaan dengan orang lain, maka ia telah memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang tersebut.
Kepribadian Menunjukkan Konsistensi dan Berlangsung Lama
Karakteristik individu telah terbentuk sejak kecil dan mempengaruhi perilaku individu tersebut secara konsisten dalam waktu yang relatif lama. Kepribadian cenderung bersifat permanen dan sulit berubah. Suatu sifat manusia tersebut sebagai suatu kepribadian jika sifat tersebut telah menyebabkan perilaku orang tersebut konsisten sepanjang waktu. Ia adalah penyabar. Sifat penyabab telah menjadi kepribadiannya, karena perilakunya selalu konsisten menunjukkan kalau dia adah penyabar. Oleh karena itu, pemasar tidak bisa mengubah kepribadian konsumen agar sesuai dengan produk yang mereka hasilkan. Namun, pemasar dapat mengidentifikasikan karakteristik apa pada diri konsumen yang mempengaruhinya dalam membeli suatu produk.
Kepribadian Dapat Berubah
Kepribadian bersifat permanen dan konsisten, namun bukan berarti bisa berubah. Situasi bisa menyebabkan seseorang mengubah kepribadiannya. Seorang anak yang tumbuh dewasa mungkin akan memiliki sifat yang berbeda dengan yang masih kecil.
C. Teori Kepribadian
1. Teori Kepribadian Freud
Sigmund Freud mengemukakan suatu Teori Psikoanalisis Kepribadian (Psychoanalitic Theory of Personality). Teori tersebut dianggap sebagai landasan dari psikologi modern. Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan yang tidak disadari (unconscious needs) atau dorongan dari dalam diri manusia (drive), seperti dorongan seks dan kebutuhan biologis adalah inti dari motivasi dan kepribadian manusia. Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri atas tiga unsur yang saling berinteraksi yaitu
a) Id
Id adalah aspek biologis dalam diri manusia yang ada sejak lahir, yang mendorong munculnya kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, haus, seks dan lain-lain. Manusia secara alami akan memenuhi kebutuhan tersebut untuk menghindari dan mencari kepuasan sesegera mungkin.
b) Superego
Superego adalah aspek psikologis pada diri manusia yang menggambarkan sifat manusia untuk tunduk dan patuh kepada norma-norma sosial, etika, dan nilai-nilai masyarakat. Superego menyebabkan manusia, memperhatikan apa yang baik dan apa yang buruk bagi suatu masyarakat dan perilakunya disesuaikan dengan apa yang baik menurut lingkungannya.
c) Ego
Ego merupakan unsur yang bisa disadari dan dikontrol oleh manusia. Ego berfungsi menjadi penengah antara Id dan Superego. Ego berusaha menyeimbangkan apa yang ingin dipenuhi oleh Id dan apa yang dituntut oleh Superego agar sesuai dengan norma sosial. Ego bekerja dengan prinsip realitas (reality principle), yaitu ia berusaha agar manusia dapa memenuhi kebutuhan fisiologinya tetapi sesuai dengan aturan baik dan buruk menurut masyarakat.
2. Teori Freud dan Pemasaran
Bagaimana para pemasar menggunakan teori kepribadian Freud dalam komunikasi pemasaran? Secara naluriah, laki-laki menyukai wanita dan sebaliknya. Inilah unsur Id dari laki-laki maupun wanita. Prinsip dasar tersebut sering digunakan oleh pemasar dengan menggunakan selebriti, model maupun artis sebagai bintang iklan, bahkan banyak pemasar menggunakan wanita dengan pakaian minim dalam iklan produknya.
3. Teori Neo-Freud (Teori Sosial Psikologi)
Beberapa pakar yang merupakan rekan Freud tidak setuju dengan Teori Psikoanalitik yang menekankan dominannya peran insting dan seks atau faktor biologis dalam pembentukan kepribadian manusia. Mereka mengembangkan teori Sosial Psikologi atau Teori Neo-Freud. Perbedaan kedua teori tersebut terletak pada
a. Lingkungan sosial yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia bukan insting manusia.
b. Motivasi berperilaku diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Teori ini menekankan bahwa manusia berusaha untuk memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan masyarakat membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dan tujuannya. Teori Neo-Freud menyatakan bahwa hubungan sosial adalah faktor dominan dalam pembentukan dan pengembangan kepribadia manusia. Para tokoh teori ini adalah Alfred, Adler, Karen Horney, Harry Stack Sullivan, dan Fromm.
4. Teori Ciri (Trait Theory)
Teori Ciri mengklasifikasikan manusia ke dalam karakteristik atau sifat atau cirinya yang menonjol. Trait adalah sifat atau karakteristik yang membedakan antara satu individu dengan individu lainnya, yang bersifat permanen dan konsisten. Dengan pendekatan kuantitatif, peneliti mencoba mengidentifikasikan dan mengelompokkan konsumen ke dalam ciri atau sifat-sifat yang bersamaan. Para pemasara menggunakamn konsep kepribadian untuk mengkomunikasikan produknya, sehingga memiliki positioning sesuai dengan kepribadian konsumen yang dituju.
D. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah konsep yang lebih baru dan lebih mudah terukur dibandingkan kepribadian. Gaya hidup didefinikan sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya. Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup berbeda dengan kepribadian. Kepribadian lebih menggambarkan karakteristik terdalam yang ada pada diri manusia. Sering juga disebut sebagai cara seseorang berpikir, merasa, dan berpersepsi. Walaupun dua konsep tersebut berbeda, namun gaya hidup dan kepribadian saling berhubungan. Kepribadian merefleksikan karakteristik internal dari konsumen, gaya hidup menggambarkan manifestasi eksternal dari karakteristik tersebut, yaiut perilaku seseorang. Gaya hidup sering kali digambarkan dengan kegiatan, minal, dan opini dari seseorang (Activities, interests, dan opinions).
E. Psikografik
Psikogarfik (psychographic) adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar. Psikografik analisis biasanya dipakai untuk melihat segmen pasar. Analisis psikografik sering juga diartikan sebagai suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen dalam hal kehidupan mereka, pekerjaan, dan aktifitas lainnya.
Setelah kita memahami kepribadian, lalu apa manfaatnya bagi komunikasi pemasaran? Para pemasar berusaha mengetahui kepribadian konsumen dan apa pengaruhnya terhadap perilaku konsumen. Pemahaman tersebut sangat penting agar pemasar dapat merancang komunikasi yang sesuai dengan sasaran konsumen yang dituju sehingga konsumen bisa menerima produk dan jasa yang dipasarkan tersebut. Pemasar mengharapkan konsumen menilai bahwa produk atau jasa tersebut sebagai sesuatu yang cocok bagi kepribadiannya sehingga mereka menyukai, membeli, dan menggunakan produk dan jasa tersebut. Beberapa kepribadian ciri yang khusus dikembangkan untuk kepentingan studi perilaku konsumen adalah kepribadian ciri inovatif konsumen (consumer innovativeness), dogmatisme, dan karakter sosial.
BAB IV
KONSEP DIRI DAN POLA KONSUMSI
A. Arti Konsep Diri
London dan Della Bitta (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya yang meliputi kesehatan fisiknya, karakteristik lainnya seperti kekuatan, kejujuran dan rasa humor kaintannya dengan yang lain, dan bahkan diperluas meliputi kepemilikan barang-barang tertentu dan hasil karyanya.
Solomon (2000) menyatakan bahwa konsep diri sendiri mengacu pada kepercayaan yang dipegang seseorang mengenai atribut mereka dan bagaimana mereka mengevaluasi kualitas ini. Walaupun konsep diri sendiri seseorang secara keseluruhan mungkin positif, tentunya terdapat bagian-bagian dari diri sendiri yang dievaluasi lebih positif daripada orang lain.
Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menyatakan bahwa dengan tegas konsep diri adalah persepsi atau perasaan seseorang terhadap dirinya. Konsep diri seseorang menggambarkan bagaimana orang tersebut terhadap dirinya. Konsep diri sangat terkait dengan karakter atau sifat dari pribadi seseorang. Seorang konsumen misalnya dapat memandang dirinya sebagai orang yang modern dan mudah menerima inovasi. Persepsi pada dirinya tersebut akan direfleksikan terhadap dirinya melalui perilaku konsumsinya.
B. Teori Konsep Diri
London dan Della Bita (1993) menyatakan bahwa ada empat teori utama tentang konsep diri, yaitu :
1. Self-Appraisal.
Teori ini menyatakan bahwa konsep seseorang terkait dengan perilakunya yang diterima masyarakat (socially accptable behavior) atau ditolak masyarakat (antisocial). Berdasarkan teori ini maka seseorang akan memiliki pandangan bahwa dirinya adalah pribadi yang diterima masyarakat karena perilakunya adalah sesuai dengan yang diinginkan masyarakat, sebaliknya seseorang akan memandang dirinya sebagai pribadi yang bertentangan dengan keinginan masyarakat, karena perilakunya tidak diterima oleh masyarakat.
2. Reflected Appraisal
Teori ini sering disebut juga dengan “looking-glass self”. Teori ini menyatakan bahwa konsep diri akan terbentuk karena seseorang menerima penghargaan dari orang lain. Pemberi penghargaan dan besarnya penghargaan akan menentukan derajat konsep diri yang terbentuk. Penghargaan dari orang-orang yang dianggap penting bagi seseorang (misalnya orang tua, teman, atasan, saudara, guru, dan dosen yang sangat dikagumi orang tersebut) juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan konsep diri.
3. Social Comparison
Teori reflected appraisal cenderung menganggap bahwa seseorang adalah pasif, dia hanya merefleksikan penghargaan yang diperoleh dari orang lain. Sebaliknya, teori social comparison lebih menekankan bahwa konsep diri seseorang sangat tergantung bagaimana dia memandang dirinya dalam kaitannya dengan orang lain. Thorstein Veblen adalah ilmuwan pencetus teori ini, dia sangat penasaran untuk memahami mengapa orang bersemangat mengumpulkan lebih banyak barang dan jasa dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena orang mengumpulkan atau memiliki barang bukan saja untuk memenuhi kebutuhannya, tapi juka membandingkannya dengan jumlah yang dimiliki orang lain. Jika ia memandang jumlah yang dimilikinya masih sedikit dibandingkan orang lain, maka ia akan selalu merasa tidak puas.
4. Biased Scanning
Teori ini mengemukakan bahwa konsep diri sangat terkait dengan motivasi dan biased scanning, yaitu bagaimana pandangan seseorang terhadap lingkungannya. Berdasarkan teori ini pengembangan konsep diri sangat berganntung kepada aspirasi dan motivasi seseorang untuk mencapai tujuan tertentu dan selanjutnya ia akan melakukan pengamatan bias (biased scanning) terhadap lingkungannya untuk mencari informasi yang dapat menguatkan aspirasi dan motivasinya.
C. Dimensi Konsep Diri
Solomon (2009) mengatakan konsep diri terdiri atas banyak unsur atau dimensi atau atribut. Evaluasi terhadap semua atribut tersebut akan menghasilkan bahwa suatu atribut mungkin akan memiliki nilai lebih baik dibandingkan atribut lainnya. Atribut-atribut konsep diri adalah sebagai berikut :
1. Dimensi Isi, misalnya kesesuaian antara penampilan fisik dengan kepribadiannya.
2. Nilai positif atau negatif, misalnya kepercayaan diri. Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yang rendah akan menganggap dirinya tidak berani atau ragu-ragu untuk dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik. Sedangkan orang yang dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi selalu berani untuk tampil di muka umum pada acara-acara sosial dan ia percaya akan kemampuannya. Komunikasi seseorang sering mengaitkan produk dengan rasa percaya diri seseorang misalnya produk-produk perawatan diri. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dalam menggunakan produk tersebut akan memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi.
3. Intensitas, stabilitas, dan akurasi, contohnya adalah hasil evaluasi pribadi yang dihubungkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.
Hawkins and Mothersbaugh (2010) membagi konsep diri menjadi empat bagian, yaitu konsep diri aktual vs. Konsep diri ideal, dan konsep diri pribadi vs. Konsep diri sosial sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Konsep Diri
Dimensi Konsep Diri Konsep Diri Aktual Konsep Diri Ideal
Private Self Bagaimana sebenarnya saya melihat diri saya sendiri. Bagaimana seharusnya saya melihat diri saya sendiri.
Social Self Bagaimana sebenarnya orang lain melihat diri saya. Bagaimana seharusnya orang lain melihat diri saya.
Keempat dimensi tersebut dapat dijelaskan berikut ini :
1. Actual self-concept
Bagaimana saya melihat diri saya yang sebenarnya? Konsep ini menjelaskan bahwa bagaimana konsumen memandang dirinya akan mempengaruhi produk yang dibeli dan digunakannya. Konsumen akan melakukan penyesuaian antara produk yang dibeli dengan konsep diri yang dimilikinya. Artinya, konsumen akan menggunakan produk yang memiliki citra merk yang sama dengan citra diri yang dimilikinya.
2. Ideal self-concept
Ideal self-concept sangat terkait dengan harga diri (Self-eteem). Self-esteem adalah sikap positif seseorang terhadap dirinya sendiri. Orang yang memiliki harga diri yang renda akan berpendapat bahwa dia tidak akan dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik. Sedangkan orang yang memiliki harga diri yang lebih tinggi percaya akan mampu melaksanakan tugas dengan baik sehingga yakin akan berhasil. Dia akan termotibasi untuk mengambil risiko karena percaya bahwa akan berhasil.
3. Private self-concept
Konsep ini menggambarkan bagaimana saya melihat diri saya yang sebenarnya atau bagaimana saya ingin menjadi seseorang dengan karakter atau sifat tertentu. Bagaimana seseorang malihat dirinya akan sangat berpengaruh terhadap private self-concept yang dimiliki orang tersebut. Seorang konsumen sering kali membeli produk yang sesuai dengan konsep diri aktual atau ideal yang dimilikinya.
4. Social self-concept
Konsep ini menyatakan pandangan masyarakat atau orang lain terhadap diri seseorang atau keinginan seseorang mengenai bagaimana seharusnya masyarakat atau orang lain melihat dirinya. Bagaimana persepsi masyarakat atau orang lain terhadap diri seseorang sangat mempengaruhi konsep ini.
Blyte (2008) menyebutkan lima komponen dari konsep diri, yaitu real self, self-image, looking-glass self, dan posible selves. Makna dari lima komponen konsep diri dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Real self adalah konsep diri yang sesungguhnya sebagaimana orang lain melihat diri kita
b. Self-image adalah konsep diri yang subyektif sebagaimana kita melihat diri kita seringkali kita memodifikasi konsep diri subyektif ini sesuai dengan masukan yang kita dapatkan dari orang lain.
c. Ideal self adalah konsep diri seperti apa yang kita inginkan. Kita berusaha mendekatkan perbedaan antara self-image dengan ideal self dengan melakukan pembelian berbagai barang dan jasa untuk menutupi perbedaan gap tersebut.
d. Looking-glass self adalah konsep diri sosial, yaitu bagaimana pikiran kita tentang pandangan orang lain terhadap diri kita. Pandangan kita dengan orang lain tidak selamanya sejalan.
e. Possible selves adalah konsep diri yang mungkin terjadi pada diri kita, yaitu konsep diri yang diinginkan untuk dapat terjadi.
Self-monitoring
Seseorang akan berusaha mencapai konsep diri ideal. Ia akan memperhatikan apa yang dikatakan oleh orang lain tentang dirinya. Ia akan berusaha melakukan tindakan dan perilaku yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh orang lain. Dengan kata lain, ia akan belajar dari orang-orang sekelilingnya. Oleh karena itu seseorang akan memperbaiki konsep dirinya dengan memodifikasi perilakunya sesuai dengan masukan dari orang lain, inilah yang disebut sebagai self-monitoring (Blythe, 2008).
Independent dan Interpendent Self-Concept
Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menyatakan bahwa para ahli membagi konsep diri menjadi dua yaitu Independent Self-Concept dan Interpendent Self-Concept. Independent Self-Concept dipengaruhi oleh budaya barat yang menyatakan bahwa tidak ada keterkaitan antarinvidu. Titik berat konsep ini adalah tujuan-tujuan pribadi, karakteristik-karakteristik, pencapaian-pencapaian, dan keinginan-keinginan. Seseorang dengan Independent Self-Concept cenderung individualistis, otonom, egosentrik, dan pendiam.
Interpendent Self-Concept menekankan pentingnya hubungan antarindividu, konsep ini dilandasi oleh budaya asia. Penekanan konsep ini adalah keluarga, kebudayaan, profesional, dan hubungan-hubungan sosial lainnya. Sifat dari seseorang dengan Interpendent Self-Concept ialah patuh, sosiosentrik, holistik, dan berorientasi kepada hubungan. Aturan-aturan sosial, hubungan kekeluargaan, dan hubungan kebersamaan dengan anggota lainnya dalam kelompok mereka, termasuk dalam kelompok suku dan kebangsaan akan mengikat hubungan antarindividu.
Extended Self atau Symbolic Interactionism
Solomon (2007) dan Hawkins and Mothersbaugh (2010) menyatakan terdapat dimensi lain yang disebut extended self (diri yang diperluas). Dimensi ini memberikan penjelasan bahwa pilihan produk tidak hanya dipengaruhi oleh citra diri. Pilihan produk juga akan mempengaruhi citra diri konsumen. Ketika konsumen membeli pakaian dengan merk tertentu, maka pakaian itu akan mempengaruhi citra dirinya. Penggunaan produk dengan nilai simbolik (badge value) akan membantu konsumen dalam menempatkan citra dirinya. Konsep extended self juga dikenal sebagai Symbolic Interactionism (menekankan interaksi antara individu dan simbol/badge dalam lingkungan). Dengan kata lain, konsumen membeli suatu produk untuk meningkatkan konsep dirinya karena produk tersebut memiliki nilai simbolik.
Mowen dan Minor (1998) menyatakan bahwa konsep extended self atau Symbolic Interactionism menjelaskan citra diri konsumen yang dipengaruhi oleh produk yang digunakan konsumen tersebut. Citra diri konsumen akan terbentuk karena konsumen menggunakan produk yang memiliki nilai simbolik (badge value). Beberapa produk yang memiliki nilai simbolik bagi konsumen, misalnya mobil, pakaian, furnitur, makanan, rumah, dan peralatan rumah tangga.
Mowen dan Minor (1998) menyatakan bahwa konsumen pada awalnya sebagai berikut ini. (langkah 1) membeli sebuah produk dengan tujuan menunjukkan konsep dirinya pada orang lain di lingkungannya. Selanjutnya (langkah 2), konsumen berharap orang lain akan memiliki persepsi seperti yang diharapkan konsumen tersebut sebagai bentuk simbol alam. (Langkah 3), konsumen berharap melalui kepemilikan produk yang telah dibelinya, dirinya telah memenuhi standart sesuai dengan apa yang dipersepsikan.
The Person as Artwork
Blyte (2008) mengemukakan bahwa pada dasarnya seseorang memainkan banyak peran, dan ia berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekelilingnya atas peran yang dimainkan tersebut. Agar peran yang dimainkannya dapat diakui oleh orang lain, maka ia akan memoles penampilan fisiknya yang sesuai dengan peran tersebut.
D. Konsep Diri dan Budaya
Bagaimana seseorang melihat dirinya secara aktual maupun ideal sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat dimana dia berada, karena itu orang-orang dengan budaya yang berbeda akan memiliki pandangan yang berbeda tentang konsep diri mereka dan kaitannya dengan orang lain. Misalnya budaya Amerika Utara dan Eropa Barat lebih menekankan kepada pandangan bahwa konsep diri dari orang-orang Asia, terutama lebih menekankan memandang konsep diri tersebut terkait dengan orang lain atau masyarakat dan lingkungannya.
E. Konsep Diri dan Perilaku Konsumen
Persepsi konsumen terhadap dirinya akan mempengaruhi perilakunya sebagai konsumen. Bagaimana persepsi konsumen terhadap berbagai produk dan merk akan dipengaruhi persepsi terhadap dirinya. Suatu produk atau merek akan dipersepsikan memiliki citra tertentu, konsumen akan membuat asosiasi antara citra produk atau merek dengan persepsi terhadap dirinya. Suatu produk atau merek akan disukai oleh seorang konsumen, karena ia memandang bahwa citra produk tersebut sesuai dengan refleksi citra dirinya. Misalnya, seorang konsumen yang memiliki persepsi diri bahwa dia orang yang sukses secara material dan memiliki pendapatan tinggi, maka ia akan lebih suka melakukan perjalanan dengan naik kelas bisnis di pesawat terbang. Ia akan memandang bahwa citra kelas bisnis akan merefleksikan persepsi dirnya sebagai konsumen yang sukses.
Konsep Cermin Diri dan Kesadaran Diri. Solomon (2007) menyatakan bahwa cermin diri adalah proses terjadinya reaksi setelah melihat tindakan seseorang. Reaksi orang lain terhadap perilaku yang telah dilakukan seseorang sering kali dapat membantu seseorang untuk mengenali identitas dan konsep dirinya. Reaksi negatif yang tidak diharapkan dapat muncul dari orang lain, demikian pula dengan reaksi positif yang sesuai dengan harapan konsumen. Seorang konsumen sering kali menyadari posisi dirinya berdasarkan penilaian lingkungan sosialnya. Kesadaran diri tentang dirinya inilah yang disebut dengan tingkat sensivitas. Seorang konsumen dengan kesadaran tinggi dapat mengevaluasi produk-produk yang akan dimilikinya dengan lebih kritis dibandingkan dengan orang yang mempunyai kesadaran dri rendah.
Produk yang membentuk Konsep Diri: Kita Adalah Apa yang Kita Konsumsi. Solomon (2007) menyebutkan bahwa seseorang akan membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang dilihatnya pada cermin dirinya. Produk yang digunakan seseorang, misalnya pakaian, perhiasan, aksesoris, furnitur dan lain-lain akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dirinya. Produk yang digunakan atau dikonsumsi oleh seseorang sering dipakai untuk menggambarkan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang tersebut, dengan kata lain bahwa identitas seseorang ditunjukkan oleh produk yang digunakannya.
F. Kesesuaian antara Produk dan Konsep Diri
Solomon (2007) menyatakan bahwa kegiatan konsumsi berhubungan erat dengan konsep diri. Model Self Image Congruence mengemukakan bahwa konsumen akan menggunakan produk yang memiliki atribut yang sesuai atau dapat mendukung konsep dirinya. Proses keputusan konsumen untuk membeli produk yang sesuai dengan konsep dirinya dilandasi oleh proses berfikir kognitif. Misalnya, konsumen yang menganggap dirinya lebih aktif dan bersemangat akan membeli kendaraan sporty. Hal ini menunjukkan bahwa produsen kendaraan sporty telah berhasil memposisikan kendaraan sporty sebagai kendaraan yang memiliki makna dan simbol sebagai kendaraan bagi konsumen yang memiliki konsep diri sebagai pribadi yang aktif dan bersemangat. Loundon dan Della Bitta (1993) memberikan penjelasan bagaimana terbentuknya kesesuaian antara perilaku konsumen dan konsep diri dan citra produk sebagai berikut ini:
1. Konsumen membentuk konsep dirinya melalui perkembangan psikologis dan interaksi sosia. Konsep diri yang terbentuk akan memberikan makna baginya, sehingga ia akan mendefinisikannya, melindunginya, dan mengembangkannya.
2. Konsumen memandang produk dan merek memiliki citra atau makna simbolik.
3. Penggunaan produk yang memiliki makna simbolik tersebut akan membantu konsumen untuk mendfinisikan dan mengembangkan konsep diri bagi dirinya dan bagi orang lain.
4. Perilaku konsumen akan termotivasi untuk mengembangkan konsep dirinya melalui konsumsi produk yag memiliki makna simbolik.
5. Konsumen akan menyukai produk yang dipandang memiliki citra yang sesuai atau konsisten dengan konsep dirinya.
Konsumen akan membeli dan mengkonsumsi suatu produk untuk mempertahankan konsep diri aktualnya atau untuk mencapai konsep diri idealnya. Pernyataan berikut menggambarkan peran konsep diri :
a. Setiap orang akan memiliki konsep diri yang terbentuk melalui interaksi dengan orang tua, teman, saudara, dan kelompok acuan.
b. Konsep diri menggambarkan nilai dari diri seseorang.
c. Seseorang akan menjaga dan meningkatkan konsep dirinya karena nilai yang terkandung dalam konsep diri tersebut.
d. Barang dan jasa memiliki simbol sosial, dan barang tersebut akan dapat menyampaikan pesan nilai sosial yang dimiliki oleh orang yang menggunakan barang dan jasa tersebut.
e. Private dan social self-concept konsumen dapat dipengaruhi oleh penggunaan suatu produk, karena produk tersebut dapat menyampaikan pesan kepada diri konsumen dan orang lain.
f. Konsumsi suatu produk dapat dipertahankan dan mencapai konsep diri yang diinginkan oleh seseorang.
G. Riset Konsep Diri dan Perilaku Konsumen
Loudon dan Della Bitta (1993) menyebutkan lima topik utama riset tentang hubungan antara perilaku konsumen dengan konsep diri :
1. Meneliti kaitan antara apakah konsep diri tertentu berhubungan dengan faktor sosial, ekonomi dan psikologis.
2. Meneliti apakah perilaku konsumen terkait dnegan tingkat kesesuaian antara konsep diri dan persepsi produk dan citra merek.
3. Meneliti apakah perilaku konsumen konsisten dengan persepsi diri (misalnya apakah konsumen yang memandang dirinya sebagai inovatif akan cenderung juga berperilaku sebagai konsumen yang inovatif dalam perilaku pembelian produk).
4. Meneliti hubungan antara atribut citra diri dari konsumen dengan produk yang memiliki kesamaan citra atau produk yang sering dibeli (misalnya, seorang konsumen membeli suatu produk karena produk tersebut menggambarkan citra dirinya).
5. Meneliti apakah citra produk yang konsisten dengan konsep diri konsumen mempengaruhi persepsi dirinya.
Kedua penulis tersebut juga menyimpulkan beberapa hasil penelitian yang dapat diringkaskan sebagai berikut :
a. Beberapa hasil penelitian mendukung adanya hubungan antara persepsi merek dengan persepsi diri. Konsumen lebih menyukai atau cenderung menggunakan merek yang memiliki citra sesuai dengan konsep diri aktual konsumen tersebut.
b. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai atau cenderung menggunakan merek yang memiliki citra sesuai dengan konsep diri ideal konsumen tersebut.
c. Hubungan kesesuaian antara citra merek/konsep diri sosial konsumen dengan preferensi merek, kecenderungan pembelian dan loyalitas belum dapat dibuktikan oleh riset.
d. Ada sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan persepsi diri sebagai feminin atau maskulin dengan pembelian produk yang dipandang memiliki citra feminin atau maskulin.
e. Tidak ada bukti yang kuat untuk mendukung argumentasi bahwa conspicuous produk (produk yang diperlihatkan atau dikonsumsi dalam setting sosial) mempengaruhi hubungan antara kesesuaian merek/ citra diri dengan preferensi sebuah merek.
f. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan adanya beberapa faktor yang mepengaruhi hubungan antara kesesuaian citra diri/merek dengan perilaku terhadap merek.
H. Kepribadian atau Konsep Diri Virtual
Ada berbagai alasan mengapa seorang konsumen dapat mengganti identitas dirinya di dunia maya :
1. Untuk menyembunyikan identitas diri yang sebenarnya, agar ia dapat berbicara bebas tanpa harus diketahui identitas diri yang sebenarnya.
2. Mungkin dia ingin menutupi kelemahan dirinya, ia ingin tampil sabgai diri yang sempurna di hadapan teman virtualnya.
3. Konsumen tersebut menjadikan media chat sebagai uji coba apakah ia mampu tampil dengan kepribadian yang baru di hadapan orang baru.
4. Ada kemungkinan konsumen memiliki motif buruk untuk menipu atau mengelabui konsumen lain dengan memberikan identitas palsu.
I. Hubungan Merek dan Konsep Diri yang Bermakna (Meaningful Self-Brand Connection)
Escalas, Jennifer Anne Edson (1996) dalam disertasinya mengembangkan suatu kerangka konseptual yang menggambarkan bagaimana seseorang membangun hubungan personal dengan suatu merek produk tertentu. Ide dasar dari konsep ini adalah bahwa seseorang membangun hubungan dengan merek, dengan menghubungkan narasi merek dan diri pribadi (konsep diri). Narasi menyediakan suatu struktur untuk menciptakan, menerjemahkan atau mempertahankan suatu hubungan yang kuat dengan sebuah merek dalam suatu representasi mental dari konsep diri seseorang. Hasilnya adalah hubungan yang bermakna yang mempengaruhi sikap terhadap merek, kecenderungan oerilaku dan perilaku dari konsumen.
J. Konsep Diri dengan Strategi Pemasaran
Pemahaman yang mendalam mengenai konsep diri dari konsumen akan membantu para pemasar untuk merumuskan strategi komunikasi yang tepat kepada konsumen target dengan menggunakan konsep diri. Konsumen memiliki konsep diri, selain itu ia juga memiliki persepsi atau citra merek kepada barang dan jasa. Konsumen akan mengaitkan antara konsep dirinya dengan citra merek barang dan jasa yang akan dibelinya, konsumen akan menggunakan produk yang dapat mendukung atau meningkatkan konsep dirinya.
BAB V
PENGOLAHAN INFORMASI DAN PERSEPSI KONSUMEN
Pengolahan informasi pada diri konsumen terjadi ketika salah satu pancaindera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Stimulus bisa berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, dan nama produsen. Iklan berbagai macam produk yang ditayangkan di televisi dan radio adalah stimulus yang dirancang khusus oleh produsen agar menarik perhatian konsumen, sehingga konsumen mau mendengarkan dan melihat iklan tersebut. Produsen mengharapkan konsumen menyukai iklan produknya, kemudian menyukai produknya dan membelinya. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan tidak menginginkan dana ratusa miliar yang telah dikeluarkannya untuk membuat iklan menjadi sia-sia, karena konsumen tidak memperhatikan, tidak memahami, bahkan tidak mengingat produk dan merek produk yang diiklankannya. Produsen harus memahami bagaimana konsumen mengolah informasi. Pengetahuan ini penting bagi produsen agar ia bisa merancang proses komunikasi yang efektif bagi konsumen.
A. Pengolahan Informasi dan Persepsi
Engel, blackwell, dan miniard (1995) menutip pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model).
1. Pemaparan (exposive) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.
2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus yang masuk.
3. Pemahaman (comprehention) : interpretasi terhadap makna stimulus.
4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
5. Retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory).
Gambar 2. Tahap-tahap Pengolahan Informasi
B. Pemaparan
Tahap pertama dari proses pengolahan informasi adalah pemaparan. Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan oleh para pemasar untuk menyampaikan stimulus kepada konsumen. Stimulus bisa berbentuk iklan, kemasan, merek, dan hadiah. Stimulus adalah input apapunyang datang dari pemasar yang disampaikan kepada konsumen melalui berbagai media, seperti toko, iklan luar ruang, televisi, radio, koran, majalah, dan lain-lain. Stimulus ini akan dirasakan oleh satu atau lebih pancaindera konsumen.
C. Ambang Absolut (The Absolute Threshold)
Sensasi dipengaruhi ambang absolut (the absolute threshold) dan perbedaan ambang (differential threshold). Ambang absolute adalah jumlah minimum intensitas atau energi stimulus yang diperlukan oleh seorang konsumen agara ia merasakan sensasi. Titik dimana seorang konsumen merasakan perbedaan “ada” dan “tidak ada” dari suatu stimulus, itulah yang disebut ambang absolute stimulus bagi konsumen tersebut. Seorang konsumen akan melihat beragam iklan luar ruang dalam bentuk billboard di sepanjang jalan yang dilaluinya. Ada seorang konsumen yang baru bisa melihat dan membaca merek suatu produk di billboard ukuran tulisan 30 cm mungkin dari jarak 200 meter. Sedangkan konsumen lainnya mungkin dari jarak 100 meter. Angka 100 meter atau 200 meter itulah yang disebut sebagai ambang absolute bagi konsumen. Pemahaman ini membawa implikasi penting bagi para pemasar dan perancang iklan. Mereka harus memutuskan berapa besar ukuran huruf, besarnya suara atau warna apa yang cocok sehingga menarik perhatian konsumen.
D. Ambang Berbeda (The Differential Threshold)
Faktor kedua yang mempengaruhi sensasi adalah ambang berbeda. Batas perbedaan terkecil yang dapat dirasakan antara dua stimulus yang mirip disebut sebagai ambang berbeda (Schiffman dan Kanuk, 2010). Konsep ambang berbeda ini dikenal juga dengan nama The Just Noticeble Difference Threshold (JND), yang didefinisikan sebagai “the minimum amount of difference in the intensity of a stimulus that can be detected 50% of the time” (Mowen and Minor, 1998:70). Definisi lain dikemukakan oleh Blackwell, Engel, dan Miniard (1995: 475) “the smallest change in stimulus intensity that will be noticed”. Konsep JND dapat dijelaskan dalam penetapan harga suatu produk , jika harga jus jeruk per bungkusnya Rp. 2000. Kalau produsen ingin menurunkan harganya, maka pertanyaannya berapa harga harus diturunkan sehingga konsumen dapat merasakan adanya penurunan harga? Misalnya diturunkan sebesar Rp. 200, maka Rp. 200 inilah yang disebut sebagai JND, atau jumlah minimal perbedaan harga yang dapat dirasakan oleh konsumen.
Konsep JND dijelaskan oleh ilmuwan Jerman abad 19 yang bernama Ernst Weber, yang mengemukakan bahwa JND antara dua stimulus bukan jumlah absolute, tetapi jumlah relatif terhadap intensitas stimulus pertama. Ilmuwan Weber merumuskan Model Weber yang sangat terkenal untuk menjelaskan konsep JND ini sebagai berikut :
ΔI = I x K
ΔI = JND, perbedaan terkecil dari intensitas stimulus yang diperlukan untuk
menghasilkan JND
I = Intensitas stimulus awal sebelum ada perubahan.
K = Konstanta yang menggambarkan proporsi jumlah perubahan dalam stimulus
yang diperlukan agar bisa dirasakan. Nilai K akan berbeda-beda antara pancaindera.
E. Perhatian
Tahap kedua dari proses pengolahan informasi adalah perhatian. Pada tahap pertama, produsen memaparkan stimulus kepada konsumen. Tidak semua stimulus yang dipaparkan dan diterima konsumen akan memperoleh perhatian dan berlanjut dengan pengolahan stimulus tersebut. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki keterbatasan sumber daya kognitif untuk mengolah informasi yang diterimanya. Karena itu konsumen menyeleksi stimulus atau informasi mana yang akan diperhatikannya dan akan diproses lebih lanjut, proses ini dikenal sebagai perceptual selection. Produsen tentu menginginkan bahwa stimulud yang dipaparkan tersebut diperhatikan konsumen. Produsen harus berupaya merebut perhatian konsumen agar membaca, melihat, dan mendengarkan apa yang dikomunikasikan oleh pemasarnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi perceptual selection atau perhatian konsumen terhadap stimulus yang akan diperhatikannya: (a) faktor pribadi, (b) faktor stimulus.
a) Faktor Pribadi
Faktor pribadi adalahh karakteristik konsumen yang muncul dari dalam diri konsumen. Faktor ini diluar kontrol pemasar. Yang pertama adalah motivasi dan kebutuhan konsumen. Konsumen yang merasa lapa tentu akan sangat cepat memperhatikan segala stimulus yang berkaitan dengan makanan, misalnya aroma makanan dan restoran yang dijumpainya. Konsumen akan secara sengaja memberikan perhatiannya kepada stimulus yang akan memberikan solusi terhadap rasa laparnya.
Faktor lainnya adalah harapan konsumen yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya. Konsumen biasanya melihat apa yang mereka harapkan untuk dilihat, dan apa yanga mereka harapkan untuk dilihat biasanya berdasarkan pengalamannya, harapannya, dan yang terbiasa dilihatnya (familiar). Schiffman dan Kanuk (2010) berpendapat bahwa stimulus atau informasi yang bertentangan dengan harapan sering kali mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sesuai dengan harapan.
b) Faktor Stimulus
Kelompok kedua yang mempengaruhi perhatian adalah karakteristik stimulus. Faktor ini bisa dikontrol dan dimanipulasi oleh pemasar dan pengiklan, dengan tujuan utamanya untuk menarik perhatian konsumen. Konsumen yang memperhatikan stimulus karena daya tarik dari stimulus tersebut, misalnya karena suara yang keras, warna yang indah, atau ukuran huruf yang besar, maka disebut sebagai perhatian yang tidak suka rela (involuntarily). Para pemasar harus kreatif dalam berkomunikasi dengan konsumen, agar apa yang disampaikan memperoleh perhatian yang serius dari konsumen.
F. Pemahaman
Tahap ketiga dari proses pengolahan informasi adalah pemahaman. Pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau menginterpretasikan stimulus. Engel, blackwell, dan Miniard (1995) menyebut tahap ini sebagai tahap memberikan makna kepada stimulus. Makna ini tergantung kepada bagaimana stimulus diklasifikasikan dan dielaborasi dalam kaitannya dengan pengetahuan konsumen. Konsumen melakukan “perceptual organization”. Stimulus yang diterima konsumen berjumlah puluhan, bahkan ratusan. Stimulus tersebut tidak diperlakukan sebagai hal yang terpisah satu sama lainnya. Konsumen cenderung untuk melakukan pengelompokan stimulus, sehingga memandangnya sebagai satu kesatuan, inilah yang disebut sebagai perceptual organization atau stimulus organization. Prinsip ini dikembangkan oleh disiplin gestalt psychology, yang menguraikan bagaimana seseorang mengorganisasikan dan mengintegrasikan stimulus untuk memperoleh makna yang menyeluruh. Ada tiga prisip perceptual organization : figure and ground, grouping, dan closure.
G. Penerimaan
Tahap keempat dari pengolahan informasi adalah penerimaan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa tahap pemaparan, perhatian, dan pemahaman, merupakan persepsi konsumen. Setelah konsumen melihat stimulus, memperhatikan dan memahami stimulus tersebut, maka sampailah pada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau obyek tersebut. Inilah yang disebut sebagai persepsi konsumen terhadap obyek tersebut atau citra (image) produk. Persepsi konsumen tersebut merupakan output dari penerimaan konsumen terhadap stimulus. Di dalam konteks pemasaran, maka persepsi konsumen bisa berupa persepsi produk, persepsi merek, persepsi layanan, persepsi harga, persepsi kualitas produk, persepsi toko, atau persepsi terhadap produsen.
H. Retensi
Tahap kelima dari proses pengolahan informasi adalah retensi, yaitu proses memindahkan informasi ke memory jangka panjang (long-tterm memory). Informasi yang disimpan adalah interpretasi konsumen terhadap stimulus yang diterimanya. Ada tiga macam memory konsumen, yaitu memory sensori, memory jangka pendek, dan memory jangka panjang. Proses penyimpanan informasi di long-term memory melibatkan dua kegiatan penting yang dilakukan konsumen, yaitu rehearsal dan encoding.
Setelah konsumen menyimpan informasi di dalam long-term memory, maka suatu saat ia akan memanggil kembali atau mengingat informasi tersebut untuk dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Proses ini dikenal sebagai retrieval.