Langkahku . . . .
Keramaian bara malam itu tidak menggodaku untuk
memperhatikannya, tetap melangkah teratur walau sedikit lemah, kutundukan
pandangan melihat kaki ini berjalan, dengan sedikit antisipasi agar tidak
bertabrakan dengan orang yang sedang berlalu lalang juga, berbicara dengan
diri, bertanya pada hati, mengajak untuk suatu hal, berdzikir padanya, seperti
biasa, dia, yaitu hati, susah untuk kompromi, apalagi dalam situasi seperti
ini, hentakan tanganpun seolah biasa berlabuh didada ini, seperti hukuman,
seperti seruan, agar ucapan dari mulut ini, diikuti hati, yang aku tahu
letaknya tapi kendalinya entah dimana . aku tak mengerti . . .
Dipenghujung jalan ini, menghabiskan keramaian itu,
mata pun mencari, telinga bersiap menangkap seruan tujuanku saat ini . . .
“LALADON”
Seruan itu datang, aku bersegera naik, bismillah….
Seperti biasa, jalanan macet teman, nada klakson yang
bersautan , wajah orang-orang yang tidak ceria, semuanya muram, lelah, kesal
yang diredam, bersabar,walau kadang ungkapan geram itu terucapkan, aku tak terbiasa seperti ini . . . .
Diam sepi, ingin kupecahkan sepi dalam angkot itu
walau hanya bercapak sepatah-dua patah kata, tapi wajah mereka seperti
menolaknya, tidak, aku cukup lelah untuk berkata-kata, baiklah, aku menjawab mimic
wajah-wajah itu dalam hati.
Semua lebih memilih sibuk dengan gadgetnya, membuka
pesan, bahkan sosmed. Aku pun memustukan untuk mencari kesibukan, apa ?
berbicara dengan hati J.
Permintaan izin dari seorang kakak, membuyarkan
konsentrasiku. kakak yang biasa, yang biasa, dan sontak aku memalingkan muka, aku
merasa aura itu memaksaku untuk waspada. Kakak yang seni nya luar biasa. SENI. Lihatlah
tubuhnya, lukisan itu, perhiasan ini itu yang dipakainya, tempelan gambar ini
itu dibajunya, hemmmmmmmmmm…… kakak J.
Damai ya . . . hatiku tetap keras tak
pernah membantunya.
Tak sadar, tetesan itu, satu dua dan aku tahan untuk
selanjutnya…. Jauh teman, sabar, membuang waktu, tidak bisa nyebrang L. Tenang….. allah
bersamamu rini.
Hati yang berkecamuk, dimana keinginan yang kuat itu,
tak selamanya mudah, tak selamanya mulus, terjal, pahit, rumit, berliku, sakit,
sakit sakit . . . .meneteslagi, sampai sebuah tulisan membekas dibukuku saat
itu,
”Mendirikan pesantren untuk mahasiswa yang jaraknya
dekat dengan kampus,”
agar tidak ada lagi yang seperti diriku, yang merasa
tertinggal, dan ingin mengejar ketertinggalan, akan tetapi tidak ada jalan untuk
nyantren di ponpes dekat kampus, baiklah…. Aamiin.
Ditolak disana, karena Allah meridhaiku disini. Aamiin.
Umiiiiiiiiiiiiiiiiiii L
Tidak ada komentar :
Posting Komentar