Selasa, 20 Mei 2014

laladon

Langkahku . . . .

Keramaian bara malam itu tidak menggodaku untuk memperhatikannya, tetap melangkah teratur walau sedikit lemah, kutundukan pandangan melihat kaki ini berjalan, dengan sedikit antisipasi agar tidak bertabrakan dengan orang yang sedang berlalu lalang juga, berbicara dengan diri, bertanya pada hati, mengajak untuk suatu hal, berdzikir padanya, seperti biasa, dia, yaitu hati, susah untuk kompromi, apalagi dalam situasi seperti ini, hentakan tanganpun seolah biasa berlabuh didada ini, seperti hukuman, seperti seruan, agar ucapan dari mulut ini, diikuti hati, yang aku tahu letaknya tapi kendalinya entah dimana . aku tak mengerti . . .

Dipenghujung jalan ini, menghabiskan keramaian itu, mata pun mencari, telinga bersiap menangkap seruan tujuanku saat ini . . .
“LALADON”
Seruan itu datang, aku bersegera naik, bismillah….
Seperti biasa, jalanan macet teman, nada klakson yang bersautan , wajah orang-orang yang tidak ceria, semuanya muram, lelah, kesal yang diredam, bersabar,walau kadang ungkapan geram itu terucapkan,  aku tak terbiasa seperti ini . . . .
Diam sepi, ingin kupecahkan sepi dalam angkot itu walau hanya bercapak sepatah-dua patah kata, tapi wajah mereka seperti menolaknya, tidak, aku cukup lelah untuk berkata-kata, baiklah, aku menjawab mimic wajah-wajah itu dalam hati.
Semua lebih memilih sibuk dengan gadgetnya, membuka pesan, bahkan sosmed. Aku pun memustukan untuk mencari kesibukan, apa ? berbicara dengan hati J.
Permintaan izin dari seorang kakak, membuyarkan konsentrasiku. kakak yang biasa, yang biasa, dan sontak aku memalingkan muka, aku merasa aura itu memaksaku untuk waspada. Kakak yang seni nya luar biasa. SENI. Lihatlah tubuhnya, lukisan itu, perhiasan ini itu yang dipakainya, tempelan gambar ini itu dibajunya, hemmmmmmmmmm…… kakak J.  Damai ya . . . hatiku tetap keras tak pernah membantunya.
Tak sadar, tetesan itu, satu dua dan aku tahan untuk selanjutnya…. Jauh teman, sabar, membuang waktu, tidak bisa nyebrang L. Tenang….. allah bersamamu rini.
Hati yang berkecamuk, dimana keinginan yang kuat itu, tak selamanya mudah, tak selamanya mulus, terjal, pahit, rumit, berliku, sakit, sakit sakit . . . .meneteslagi, sampai sebuah tulisan membekas dibukuku saat itu,
”Mendirikan pesantren untuk mahasiswa yang jaraknya dekat dengan kampus,”
agar tidak ada lagi yang seperti diriku, yang merasa tertinggal, dan ingin mengejar ketertinggalan, akan tetapi tidak ada jalan untuk nyantren di ponpes dekat kampus, baiklah…. Aamiin.
Ditolak disana, karena Allah meridhaiku disini. Aamiin. Umiiiiiiiiiiiiiiiiiii L




Tidak ada komentar :

Posting Komentar